Naruto Uzumaki Shoulder Pump Perkembangan Tradisi Islam di Berbagai Daerah dari Abad ke-15 sampai ke-18 | R.I.M.A

Senin, 30 September 2013

Perkembangan Tradisi Islam di Berbagai Daerah dari Abad ke-15 sampai ke-18



 Pada masa sebelum datangnya Islam, pusat-pusat pemerintahan kerajaan di Indonesia umumnya memiliki tanah lapang yang luas (alun-alun). Di empat penjuru tanah lapang itu terdapat bangunan-bangunan penting, seperti keraton, tempat pemujaan, dan pasar. 
Ճ     Bukti-bukti Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia
  1. Berita Cina dari Dinasti Tang
Memberitakan bahwa pada sekitar tahun 674 M, orang-orang Ta Shih (orang-orang dari Arab dan Persia) membatalkan niatnya menyerang kerajaan kalingga karena ratu Sima yang berkuasa dikerajaan tersebut masih sangat kuat.
  1. Berita India
Bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam kepada setiap masyarakat yang dijumpainya.
·         Penyebar Agama Islam di Indonesia
1.     Pedagang dari Arab yang mula-mula memperkenalkan agama Islam di Indonesia, kemudian disusul oleh pedagang Islam dari Mesir, Persia dan Gujarat memiliki tugas menyebarkan ajaran Islam sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
2.    Golongan Mubaligh atau guru agama Islam, yaitu  golongan  yang  pekerjaannya memang khusus untuk mengajarkan agama Islam.
3.    Golongan Sufi (ahli tasawuf) diperkirakan masuk ke indonesia sejak abad ke 13.
4.    para wali yang dikenal sebagai wali songo terdiri dari:
·         Sunan Maulana Malik Ibrahim (gresik)
·         Sunan Ampel atau Raden Rahmat (Ampel denta)
·         Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim (Tuban)
·         Sunan Drajat atau Syarifudin (sedayu)
·         Sunan Giri (Gresik)
·         Sunan Kalijaga (Demak)
·         Sunan Kudus (kudus)
·         Sunan Muria (kudus)
·         Sunan Gunung Jati (Cirebon)
Jika dilihat dari sudut arsitektur, masjid kuno beratap tingkat (meru) misalnya beratap dua yaitu masjid Agung Cirebon, masjid Katangka di Sulawesi, masjid Muara Angke, Tambora dan Marunda di Jakarta; masjid beratap tiga yaitu masjid Demak, Baiturrahman Aceh, masjid Jepara; dan masjid beratap lima yaitu masjid Agung Banten. Masjid kuno Indonesia yang mempunyai atap bertingkat telah mengundang pendapat beberapa ahli yang mengatakan bahwa hal itu merupakan kelanjutan dari seni bangunan tradisional Indonesia lama. 
Ada beberapa bukti yang mendukung pendapat itu, di antaranya sebagai berikut :
1.   Bangunan-bangunan Hindu di Bali yang disebut Wantilan atapnya juga bertingkat.
2. Relief yang ada di candi-candi pada masa Majapahit juga terdapat ukiran yang menggambarkan bangunan atap bertingkat.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa telah terjadi akulturasi antara seni bangun tradisional Indonesia dengan seni bangun. Dalam seni ukir dan lukis terjadi akulturasi antara seni ukir dan seni lukis Islam dengan seni lukis dan seni ukir tradisional Indonesia yang dapat kita jumpai pada bangunan masjid-masjid kuno dan keraton. Ukir-ukiran yang biasa dipahatkan pada tiang-tiang, tembok, atap, mihrab, dan mimbarnya dibuat dengan pola makara dan teratai.
Dalam perkembangan selanjutnya, muncul pula seni kaligrafi, yaitu seni melukis indah dengan huruf Arab. Dalam seni tari dan seni musik juga terjadi akulturasi yakni beberapa upacara dan tarian rakyat. 
Di beberapa daerah ada jenis tarian yang berhubungan dengan nyanyian atau pembacaan tertentu yang berupa selawat atau slawat kompang. Bentuk-bentuk tarian itu misalnya permainan dabus dan seudati. Permainan dabus adalah suatu jenis tarian atau pertunjukan kekebalan terhadap senjata tajam dengan cara menusukkan benda tajam tersebut pada tubuhnya. 
Tarian ini diawali dengan nyanyian atau pembacaan Alquran atau selawat nabi. Permainan ini berkembang di bekas-bekas pusat kerajaan seperti Banten, Minangkabau, Aceh. Adapun seudati adalah seni tradisional rakyat Aceh yang berupa tarian atau nyanyian. Pertunjukan dilakukan oleh sembilan atau sepuluh orang pemuda dengan memukul-mukulkan telapak tangan ke bagian dada. Dalam seudati pemain juga menyanyikan lagu-lagu tertentu yang isinya berupa selawat (pujian) kepada nabi. 
Selain seni tari, juga berkembang seni musik yang berupa pertunjukan gamelan. Pertunjukan ini biasa dilakukan pada upacara Maulud, yaitu peringatan untuk menghormati kelahiran Nabi Muhammad SAW. 
Pada peringatan ini, selain dinyanyikan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad saw. juga diadakan pertunjukan gamelan dan pencucian benda-benda keramat. Upacara ini biasanya dilakukan di bekas pusat kerajaan, seperti Yogyakarta dan Surakarta yang disebut Gerebeg Maulud. Upacara semacam ini di Cirebon biasa disebut Pajang Jimat. Upacara ini biasa disampaikan dengan gemelan yang disebut Sekaten.
Masuknya kebudayaan Islam juga berpengaruh besar terhadap seni bangunan makam. Bangunan makam pada orang yang meninggal terbuat dari batu bata tembok yang disebut jirat atau kijing. Di atas jirat itu, khususnya bagi orang-orang penting didirikan sebuah rumah yang disebut bangunan makam berupa jirat dan cungkup yang biasanya dihiasi dengan seni kaligrafi (seni tulisan Arab) yang indah. 
Makam tertua di Indonesia yang bercorak Islam ialah makam Fatimah binti Maimun di Leran (tahun 1082) dan diberi cungkup. Dinding cungkup diberi hiasan bingkai-bingkai mendatar mirip model hiasan candi. Makam lain yang penting, antara lain makam Sultan Malik al Saleh di Samudra Pasai, makam Maulana Malik Ibrahim, dan makam para wali dan sultan yang lain.


1.   Perkembangan Agama Islam di pulau Sumatera
Berita Cina dan berita Arab memberikan bukti bahwa sejak abad ke-7 atau 8, perdagangan antara orang Arab, Persia, India, Cina dan Indonesia sudah ramai. Sebelum abad ke-9, dan pada abad ke-11, sudah terdapat perkampungan Muslim di Kalah, Takuapa, Qaquallah, dan Lamuri (Aceh). Dengan demikian, pada era kekuasaan Sriwijaya, pedagang muslim telah berlalu lalang di Selat Malaka dalam pelayaran ke Asia Tenggara dan Asia Timur.
Sejalan dengan kemunduran Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-13, selain mendapat keuntungan dagang, pedagang muslim juga memberi pengaruh politik. Di Aceh mereka menjadi pendukung berdirinya Kerajaan Samudera pasai yang bercorak Islam. Bermula dari Samudera Pasai, Islam kemudian berkembang ke Malaka. Diperkirakan pada abad ke-14 di Malaka sudah terdapat masyarakat muslim. Dengan semakin meluasnya perkembangan masyarakat muslim di Malaka, terbentuk kekuasaan politik, yakni Kerajaan Malaka pada awal abad ke-15. Situasi politik waktu itu memungkinkan kerajaan bercorak Islam berkembang. Bersamaan dengan tumbuhnya Malaka sebagai pusat jalur perdagangan dan berdiri sebagai kerajaan dan peranan politik Majapahit juga waktu itu menurun.
Pada awalnya Islam berkembang di daerah pesisir. Tome Pires mengatakan bahwa pada awal abad ke-16 daerah bagian pesisir Sumatra Utara dan bagian timur Malaka, yaitu Aceh dan Palembang, sudah banyak masyarakat Islam. Daerah pedalaman pada umumnya masih menganut kepercayaan lama. Proses islamisasi di daerah pedalaman Aceh dan Sumatra Barat baru terjadi sejak Aceh melakukan ekspansi politik pada abad ke-16 dan 17 M.

2.  Perkembangan Agama Islam di Pulau Jawa  
Penyebaran Islam di Pulau Jawa diduga berasal dari Malaka. Namun, kapan hal itu berlangsung belum dapat diketahui dengan pasti. Bukti tertua tentang Islam di Jawa adalah batu nisan makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, yang berangka tahun 475H/1082M. Hal itu bukan berarti bahwa islamisasi masa itu telah meluas di Jawa Timur. Adanya masyarakat Islam di Jawa Timur diperkirakan baru terbentuk pada masa puncak kebesaran Majapahit.
Di saat Majapahit mengalami masa suram, yakni pada awal abad ke-15, muncul kota Tuban dan Gresik sebagai pusat penyebaran Islam yang pengaruhnya meluas sampai ke Maluku. Antonio Figafetta mengatakan dapat dipastikan bahwa pada awal abad ke-16 peranan politik di Jawa telah berada ditangan Demak. Namun, runtuhnya Majapahit yang berpusat di Daha pada tahun 1526 M., bukan berarti daerah Jawa Timur telah dikuasai Islam. Kerajaan kecil, seperti Panarukan, Pasuruan, dan Blambangan, masih bertahan sampai zaman Mataram abad ke-17 M., yakni masa pemerintahan Sultan Agung dan Amangkurat.
Dari Demak, Islam meluas ke daerah pesisir utara Jawa Barat. Menurut Tome Pires, pengaruh Islam di daerah Cirebon sudah ada sejak tahun 1470-1475 M. Kemudian Dipati Unus menguatkan kedudukan politiknya atas daerah itu. Menurut Debarros, Dipati Unus dari Demak juga menjadi penguasa wilayah Jawa Barat. Berdasarkan sumber tradisional, penyebaran Islam ke daerah Cirebon dilakukan oleh Fatahillah atau Faletehan atas perintah Raden Patah.
Bagi Demak,usaha menanamkan pengaruh di pesisir utara Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari tujuan politik dan ekonomi. Karena pelabuhan di pesisir Jawa Barat, seperti Cirebon, Sunda Kelapa dan Banten amat potensial bagi ekspor hasil bumi, terutama lada. Secara politis, penguasaan wilayah Jawa Barat juga merupakan suatu langkah dalam menghadapi Portugis yang waktu itu telah mengikat perjanjian dengan Kerajaan Pajajaran (Perjanjian 21 Agustus 1522 M). Oleh sebab itu, Demak segera mengirimkan ekspedisi militer di bawah pimpinan Fatahillah untuk merebut Bandar Sunda. Meskipun Bandar telah jatuh, daerah pedalaman masih bertahan. Pusat daerah Kerajaan Pajajaran baru menyerah tahun tahun 1579-1580 M., akibat serangan tentara Islam dari Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf.

3.  Perkembangan Agama Islam di Maluku
Perkembangan Islam di Maluku tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan yang terbentang antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Islam diperkiran sudah masuk ke Maluku sekitar abad ke-13. Menurut tradisi, penyebaran Islam dilakukan oleh Maulana Husain pada masa pemerintahan Marhum di Ternate. Hikayat Tanah Hitu menyebutkan bahwa raja yang pertama yang dianggap benar-benar memeluk agama Islam adalah zainal Abidin (1486-1500 M). Konon, ia belajar agama Islam di pesantren Giri.
Di lain pihak, Tome Pires dan Antonio Gallo berpendapat bahwa hubungan dagang antara Malaka, Jawa dan Maluku merupakan saluran islamisasi. Pada saat itu, kapal dagang Gresik milik Pate Yusuf datang dan singgah di Ternate. Raja Ternate yang memeluk Islam menurut mereka adalah Raja Almancor dari Tidore. Diperkirakan Raja Maluku sudah mulai memeluk agama Islam sekitar 1460-1465 M. Dengan demikian, dapat diduga bahwa di daerah sekitar Maluku, seperti Banda, Hitu, Haruku, Makyam dan Bacan, sudah terdapat masyarakat muslim.
Islam berkembang di Maluku melalui perdagangan, dakwah dan perkawinan. Proses islamisasi diwarnai persaingan di antara raja-raja muslim, seperti Ternate dan Tidore. Selain itu, juga diwarnai persaingan politik dan monopoli perdagangan bangsa Barat, seperti Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Perluasan kerajaan Islam Maluku terjadi pada masa pemerintahan Sultan Khairun. Bermula dari Maluku, Islam tersebar ke Irian (Papua) dan sekitarnya.

4.   Perkembangan Islam di Kalimantan
Penyebaran Islam di daerah Kalimantan Selatan dapat kita ketahui dari Hikayat Banjar. Proses islamisasi di daerah itu diwarnai oleh perpecahan di kalangan istana, yakni antara Raden Tumenggung dan Raden Samudra. Raden Tumenggung adalah penguasa derah Dipa, Daha dan Kahuripan yang bercorak Indonesia Hindu. Tiga daerah tersebut sekarang letaknya kira-kira di daerah Amuntai. Dalam pertikaian itu, Raden Samudra meminta bantuan Demak, dengan perjanjian ia bersedia masuk Islam. Atas bantuan demak, Raden Tumenggung dapat dihancurkan. Sejak itu Kerajaan Banjar yang bercorak Islam terus berkembang. Raden Samudra kemudian bergelar Sultan Suryanullah.
A.A.Cense berpendapat bahwa proses islamisasi di Banjarmasin berlangsung kira-kira tahun 1550 M. Islamisasi di Kalimantan Timur menurut Hikayat Kutai berlangsung damai. Sebelum kedatangan Islam. Kerajaan Kutai bercorak Indonesia Hindu, sedangkan di daerah pedalaman, rakyatnya menganut animisme dan dinamisme. Dikatakan bahwa pembawa agama Islam di Kutai adalah Dato’ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, yaitu pada masa pemerintahan Raja Mahkota. Akhirnya Raja Mahkota masuk Islam karena merasa kalah kesaktiannya. Diperkirakan proses isamisasi di Kutai dan di sekitarnya terjadi sekitar tahun 1575 M. Perluasan ke daerah pedalaman baru terjadi pada masa pemerintahan putra Raja Mahkota, yakni Aji Di Langgar.

5.  Perkembangan Agama Islam di Sulawesi 
Sejak abad ke-15, Sulawesi Selatan sudah didatangi oleh pedagang muslim, baik dari Malaka, Jawa dan Sumatra. Menurut Tome Pires ada sekitar lima puluh kerajaan masih menyembah berhala, di antaranya yang terkenal adalah Kerajaan Gowa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu.
Dalam hikayat Gowa-Tallo dan Wajo diketahui bahwa penyebaran Islam di Kerajaan Gowa berjalan damai. Pembawa Islam disebut Dato’ri Bandang dan Dato’ Sulaiman. Gowa-Tallo telah memeluk Islam 22 Nopember 1605. Selanjutnya Gowa menundukkan Soppeng, Wajo dan Bone. Akhirnya, mereka secara resmi masuk Islam, yaitu Wajo 10 Mei 1610, Bone 23 November 1611, Sidenreng dan Soppeng 1609 M.


1 komentar:

Popular Posts

About Me

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.